Sunday, May 22, 2005

House of Wax :: review

House of Wax (2005)
IT'S ALL ABOUT TWINS
Prolog: Pertama perlu saya jelaskan, bahwa i am a big big horror fans. Film dari genre penggedor jantung ini mungkin adalah yang paling banyak saya tonton. Mulai dari yang model The Exorcist sampai yang B-movie slasher seperti Evil Dead atau The Texas Chainsaw Massacre.
Back to the movie, House of Wax adalah remake dari film klasik karya Vincent Price berjudul sama tahun 1953. Yes, another remake (saya lebih suka menyebutnya reimagining). Dan seperti film remake lainnya, saya selalu merasa optimis bila film ini bakal bagus, at least tidak mengecewakan seperti the Ring, Amityville atau Texas Chainsaw. Ada fakta unik soal film ini. Penulis ceritanya adalah kembar, protagonisnya kembar dan psikopatnya pun kembar. Kebetulan? Mungkin. Plotnya simpel, karena kerusakan pada mobil yang ditumpangi, sekelompok remaja yang merencanakan nonton final football terpaksa harus berhadapan dengan psikopat kembar, in the middle of nowhere (Pretty typical, eh?).





R E V I E W:

Pemain: Eliza Cuthbert memegang peran utama sebagai Carly, gadis muda yang berniat memulai hidup baru dengan bekerja di sebuah majalah In Style di NY. Sementara karakter lain, seperti Dalton, Wade, Blake dan bahkan Paige yang diperankan Paris 'the stupid' Hilton benar-benar terabaikan. Mereka digambarkan hanya sekelompok anak muda dungu yang bisa kita duga bakal dibantai sang pembunuh. Which is fine untuk film model ini. You need someone to get killed and everyone's happy.. Right! Tapi, sebenarnya yang mencuri the whole show adalah Chad Michael Murray, sebagai Nick, kembaran Carly. Dia digambarkan sebagai pemberontak yang cool dan anti aturan.

Movie: Memang benar, film ini penuh dengan darah, suspense dan gore (thanks to R-rate), tapi overal saya sama sekali tidak kaget apalagi takut. Justru yang mengasyikkan adalah melihat bagaimana cara psikopatnya menghabisi nyawa satu persatu. Jempol! Tidak sekeren Texas Chainsaw, tapi cukup... Fun.

Bagi Anda yang mengharapkan sedikit 'bonus' bakal kecewa, karena there's no nudity baik dari Eliza maupun Paris. DAMN! How come one of the greatest things ever seen in cinemas (Eliza's boobs) and the stupidest actress in hollywood (Paris) gak bisa disuruh buka baju... in a B movie horror lagi... SHIT... By the way, tata artistiknya benar-benar top, perhatikan desain 'rumah lilin' . Sutradara Jaume Jarre, yang melakukan debut layar lebarnya lewat film ini, sama sekali tidak mengecewakan. Satu-satunya hal teknis yang mengganggu saya adalah tata cahaya. Di beberapa scene saya harus membelalakkan mata untuk melihat dengan jelas. Sayang sekali padahal desain setnya benar-benar detil.

Dari segi score musik, (lagi-lagi tipikal horor sekarang) penuh dengan lagu rock. Is it good? No, a**hole... It's bad in every way. Tapi thank god, saya sudah menyadari sepenuhnya hal ini sebelum menonton, it's a Dark Castle movie. Studio yang paling jempolan nelurin film horor kelas B yang jelek (13 ghosts, Ghost Ships.. anyone?). Satu lagi yang perlu dihighlight: 15 menit terakhir adalah salah satu scene paling DAMN-GOOD tahun ini. Ini yang mungkin menyelamatkan House of Wax dari cap B-movie slasher murahan.

Well, bagi Anda yang bukan fans film horror dan 'gampang' dikagetin, maka Anda mendapat tontonan yang tepat, so many jump scene. Tapi bagi yang biasa nonton film horor as i am, this is just a fun to watch. Not too recomended, but worth to rent (syukur-syukur ntar keluar DVD unratednya).

Rating: 5 out of 10
JR